Oleh: Rey Utama )*
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih menjadi ancaman lingkungan yang krusial di Indonesia, khususnya di wilayah Riau yang kerap menjadi sorotan internasional. Namun, langkah efektif pemerintah dalam menangani permasalahan ini layak mendapat perhatian lebih. Pemerintah tidak hanya menyiapkan mekanisme tanggap darurat, tetapi juga membangun sistem mitigasi risiko jangka panjang yang berbasis pada kolaborasi, teknologi, dan pemberdayaan masyarakat. Pendekatan ini menunjukkan bahwa penanganan karhutla tidak lagi sekadar reaktif, melainkan telah berevolusi menjadi strategi pencegahan yang sistematis.
Menko Polkam, Budi Gunawan, menyampaikan bahwa Presiden memberikan apresiasi tinggi atas sinergi antar-lembaga dalam merespons karhutla yang terjadi selama ini. Namun, ia juga menekankan bahwa pemerintah harus tetap waspada, karena musim kemarau tahun ini diprediksi akan lebih kering dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu, pemerintah tidak hanya fokus pada pemadaman, tetapi juga meningkatkan sistem koordinasi yang lebih presisi lintas kementerian dan lembaga.
Salah satu langkah konkret terlihat dalam pelibatan aktif Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diberikan empat mandat utama, yakni pendampingan penanggulangan, pengelolaan sumber daya, kolaborasi sosial-ekonomi, serta peran konsultatif dalam penyelesaian regulasi sektoral yang tumpang tindih. BNPB, bekerja sama dengan Kemenko Polkam, juga mengoordinasikan operasional lintas institusi guna memastikan pelaksanaan tugas tetap berjalan tertib dan efisien sesuai instruksi Presiden.
Teknologi juga menjadi ujung tombak strategi pemerintah. Melalui Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) yang dilaksanakan oleh BMKG, TNI AU, BPPT, dan BNPB, pemerintah berhasil meningkatkan curah hujan hingga 62% dari angka historis di wilayah Riau. Langkah ini terbukti efektif dalam menjaga kelembapan lahan gambut dan mencegah penyebaran api secara masif. Teknologi OMC menjadi salah satu elemen penting dalam pendekatan ilmiah penanggulangan bencana yang semakin diperkuat dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu, pendekatan lintas sektor juga diperkuat melalui keterlibatan dunia usaha. APP Group menjadi salah satu mitra strategis pemerintah yang aktif dalam membantu penanganan karhutla. Perusahaan ini menurunkan ratusan personel pemadam kebakaran, mengoperasikan helikopter water bombing, serta menyediakan sistem deteksi dini seperti drone dan thermal camera. Bentuk dukungan ini sejalan dengan strategi Integrated Fire Management (IFM) yang dikembangkan pemerintah, menunjukkan bahwa kolaborasi publik-swasta bukan sekadar wacana, melainkan praktik yang telah memberikan hasil nyata di lapangan.
Di sisi lain, transformasi digital juga dimanfaatkan secara optimal. Pemerintah mengoperasikan satelit pemantau, pemetaan digital, hingga sistem komunikasi instan untuk mendeteksi dan merespons titik panas secara cepat. BNPB bahkan telah menyiapkan berbagai sarana logistik untuk mendukung tim darat, seperti motor karhutla, pompa air, genset, hingga perlengkapan keselamatan dan kebutuhan dasar bagi petugas. Upaya ini memperlihatkan kesiapsiagaan pemerintah dalam menghadapi tantangan alam secara terukur dan terencana.
Tidak kalah penting, partisipasi masyarakat menjadi bagian vital dari strategi penanganan karhutla. Pemerintah memperkuat program berbasis masyarakat seperti Masyarakat Peduli Api dan edukasi publik lewat pendekatan budaya lokal, termasuk pelibatan tokoh adat dan pramuka. Langkah ini tidak hanya menumbuhkan kesadaran hukum, tetapi juga membangun komitmen kolektif dalam menjaga lingkungan. Program Fire-Free Village yang digagas melalui kemitraan antara Pemprov Riau, komunitas lokal, dan sektor swasta mendorong pertanian tanpa bakar serta menyediakan pelatihan dan insentif ekonomi di tingkat desa.
Penguatan pengawasan juga dilakukan melalui patroli terpadu dan pengukuran Tinggi Muka Air Tanah (TMAT) di lahan gambut. Monitoring ini bertujuan menjaga kelembapan tanah agar tidak mudah terbakar. Inisiatif ini memperkuat argumen bahwa pencegahan karhutla seharusnya dimulai dari hulu, bukan sekadar mengandalkan pemadaman ketika api telah meluas. Dengan cara ini, pemerintah berhasil membangun sistem manajemen risiko yang lebih andal dan proaktif.
Menurut data resmi, BNPB mencatat bahwa sepanjang 2024 hanya terdapat 11 kejadian karhutla di Riau, turun drastis dari 176 kejadian pada 2023. Penurunan tajam ini menjadi indikator keberhasilan pendekatan multidimensi pemerintah dalam menangani permasalahan karhutla. Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menilai bahwa capaian tersebut menunjukkan Indonesia tidak hanya mampu mengelola bencana secara taktis, tetapi juga berhasil memperbaiki sistemnya secara berkelanjutan. Hal ini menjadi bukti bahwa pemerintah telah belajar dari masa lalu dan mengeksekusi strategi baru yang lebih terukur.
Penanganan karhutla tidak lagi dipandang sebagai isu sektoral semata, melainkan bagian dari ketahanan nasional yang menyangkut perlindungan ekosistem, kesehatan masyarakat, dan reputasi internasional. Respons cepat, teknologi berbasis data, dukungan logistik yang memadai, serta keterlibatan masyarakat telah menjadikan strategi pemerintah semakin holistik. Pemerintah tidak hanya menanggulangi, tetapi juga membangun budaya ketangguhan dalam menghadapi potensi bencana di masa depan.
Keberhasilan penanganan karhutla di Riau menunjukkan bahwa ketika sinergi, teknologi, dan partisipasi publik berjalan harmonis, maka tantangan besar pun dapat dikendalikan. Pemerintah layak diapresiasi karena mampu membuktikan bahwa perlindungan lingkungan tidak hanya menjadi slogan, tetapi telah menjadi bagian integral dari kebijakan publik yang nyata dan berdampak. Langkah-langkah ini mempertegas bahwa Indonesia mampu menjaga kehormatan ekologisnya dengan strategi yang inklusif, efektif, dan berorientasi jangka panjang.
)Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Pemerintah
[edRW]