Ulama dan Akademisi Ingatkan Demokrasi Sejati Tanpa Kekerasan

oleh -1 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh : Herfi Afanti )*

Demokrasi sejatinya adalah ruang di mana setiap warga negara dapat menyampaikan pandangan, aspirasi, serta kritik tanpa adanya rasa takut dan tekanan. Dalam konteks Indonesia, demokrasi bukan hanya sekadar prosedur politik, melainkan juga sebuah nilai hidup bersama yang menjunjung tinggi martabat manusia. Ulama dan akademisi menegaskan bahwa demokrasi tidak boleh dikotori oleh praktik kekerasan, intimidasi, maupun tindakan anarkis yang justru mencederai esensi kebebasan berpendapat. Dengan kata lain, demokrasi yang sehat hanya bisa berdiri kokoh jika dijalankan secara damai, inklusif, dan berlandaskan etika kebangsaan.

banner 336x280

Para ulama melihat bahwa demokrasi tanpa kekerasan adalah cerminan akhlak yang mulia sekaligus sejalan dengan prinsip keagamaan yang mengedepankan perdamaian. Kekerasan dalam bentuk apa pun, baik fisik maupun verbal, hanya akan memperlebar jurang perpecahan di tengah masyarakat. Sebaliknya, musyawarah, dialog terbuka, dan sikap saling menghargai adalah jalan yang paling mulia untuk menguatkan demokrasi Indonesia. Dalam pandangan mereka, mengedepankan kekerasan bukan hanya mencederai demokrasi, melainkan juga menodai nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan agama. Oleh karena itu, setiap individu diingatkan untuk berperan sebagai penjaga harmoni, bukan provokator kericuhan.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir menekankan pentingnya menjaga persatuan bangsa dalam bingkai demokrasi Indonesia. Ormas Islam memiliki sejarah panjang dalam perjuangan kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan sehingga harus ikut berperan menjaga masa depan bangsa. Lebih lanjut, Haedar menyatakan bahwa demokrasi di Indonesia harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab tanpa terjebak pada tindakan-tindakan yang berpotensi memecah belah bangsa.

Sementara itu, Pengamat politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana menjelaskan bahwa kebebasan berekspresi merupakan hak yang diatur konstitusi. Namun demikian, hak tersebut harus disalurkan dengan cara yang tertib. Pihaknya menekankan bahwa demokrasi tanpa kekerasan juga berkaitan erat dengan kualitas pendidikan politik masyarakat. Ketika warga memiliki pemahaman yang baik tentang hak dan kewajiban politik, mereka akan lebih bijak dalam menyalurkan aspirasi. Kekerasan sering kali lahir dari minimnya literasi politik serta adanya provokasi yang mengeksploitasi emosi publik. Akademisi juga menegaskan bahwa demokrasi modern tidak lagi diukur dari jumlah demonstrasi atau seberapa keras suara kritik, tetapi dari kualitas dialog, argumentasi yang berbasis data, serta solusi yang dihasilkan bersama. Dengan cara itu, demokrasi akan berfungsi sebagai ruang yang mencerahkan, bukan merusak.

Pihaknya juga mengajak masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi isu yang belum tentu kebenarannya. Sebab, provokasi dapat berujung pada aksi demonstrasi yang destruktif. Aditnya turut mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan Pemerintahan Presiden Prabowo dalam memulihkan ketertiban umum, guna mencegah jatuhnya kerugian materi dan korban jiwa yang lebih luas.

Senada, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Marsudi Syuhud menjelaskan Indonesia telah meneguhkan diri sebagai negara demokrasi terbuka yang menjamin kebebasan rakyat dalam menyampaikan aspirasi, termasuk melalui aksi demonstrasi. Ia menilai pemerintah, khususnya Presiden, menunjukkan sikap arif dengan menampung masukan dari berbagai kalangan, serta berkomitmen menindaklanjutinya melalui mekanisme resmi di DPR.

Marsudi juga mengingatkan pentingnya kebijaksanaan masyarakat dalam menyikapi setiap informasi yang beredar di ruang publik. Menurutnya, kebebasan berpendapat dan menyampaikan aspirasi harus diimbangi dengan sikap kritis terhadap berita yang belum tentu benar, agar tidak terjebak pada hoaks atau provokasi yang dapat merusak persatuan bangsa.

Ulama dan akademisi semuanya sepakat, bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan demokrasi berjalan damai. Aparat negara harus mampu mengedepankan pendekatan persuasif ketimbang represif, sehingga setiap aspirasi masyarakat bisa tersampaikan dengan tenang. Di sisi lain, masyarakat juga diminta untuk mematuhi aturan hukum yang berlaku agar kebebasan berpendapat tidak disalahgunakan. Sinergi antara rakyat, akademisi, ulama, dan pemerintah menjadi fondasi penting untuk menjaga demokrasi tetap berada di jalurnya. Inilah bentuk gotong royong politik yang khas Indonesia, di mana semua pihak terlibat dalam menjaga keadilan dan harmoni.

Demokrasi sejati tanpa kekerasan hanya dapat terwujud jika semua pihak berkomitmen untuk menahan diri, mengutamakan dialog, dan menegakkan hukum secara adil. Ulama menyeru agar umat beragama menjadikan nilai kasih sayang dan persaudaraan sebagai pedoman dalam berpolitik, sementara akademisi mendorong agar masyarakat lebih kritis namun tetap rasional. Pemerintah, aparat, media, dan seluruh elemen bangsa dituntut untuk bersinergi menjaga ruang demokrasi agar tetap sehat dan produktif. Dengan demikian, demokrasi Indonesia tidak hanya menjadi simbol prosedural, tetapi benar-benar dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat secara damai dan berkeadaban.
)* Penulis adalah Pengamat Isu-Isu Sosial

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.