RUU KUHAP Atur Profesionalisme Aparat Penegak Hukum dan Keadilan Restoratif

oleh -2 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh : Rivka Mayangsari*)

Pembaruan hukum merupakan keniscayaan dalam sistem negara hukum yang dinamis dan berkeadaban. Salah satu agenda penting yang kini tengah bergulir adalah pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). RUU ini hadir bukan semata sebagai revisi teknis, melainkan sebagai langkah strategis dalam memastikan profesionalisme aparat penegak hukum (APH) serta perlindungan hak asasi manusia melalui pendekatan keadilan restoratif.

banner 336x280

Pembaruan KUHAP dinilai sangat penting dalam menjawab tantangan zaman. Hukum acara pidana yang saat ini digunakan telah berusia lebih dari 44 tahun. Selama rentang waktu tersebut, perubahan sosial, teknologi, dan paradigma hukum di Indonesia telah berkembang dengan pesat. Namun, sistem peradilan pidana kerap kali tertinggal, sehingga membuka celah ketidakadilan dan potensi penyalahgunaan kewenangan yang masih menjadi persoalan nyata di tengah masyarakat.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Supratman Andi Agtas, mengungkapkan bahwa revisi KUHAP tidak akan banyak mengubah tugas pokok dan fungsi (tupoksi) aparat penegak hukum. Ia menegaskan bahwa perubahan dalam RUU KUHAP lebih terfokus pada penguatan perlindungan hak-hak tersangka dan penerapan keadilan restoratif. Supratman menilai bahwa tupoksi antara kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan hampir tidak mengalami perubahan, sehingga anggapan mengenai meluasnya kewenangan salah satu institusi penegak hukum dinilai tidak beralasan.

Ia juga menyebutkan bahwa revisi KUHAP kali ini didominasi oleh aturan-aturan yang berkaitan dengan perlindungan hak asasi manusia. Selain itu, ia menegaskan bahwa pengaturan mengenai keadilan restoratif akan menjadi salah satu bagian penting dalam revisi ini, dan ia berharap Kementerian Hukum tetap menjadi garda terdepan dalam mengawal implementasi dari konsep keadilan restoratif tersebut.

Senada dengan pernyataan Menkumham, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyampaikan bahwa pihaknya membuka ruang partisipasi publik dalam proses penyusunan RUU KUHAP agar produk hukum yang dihasilkan benar-benar mencerminkan asas keadilan. Ia menuturkan bahwa urgensi penggantian KUHAP tidak hanya berkaitan dengan penyesuaian terhadap KUHP baru yang akan berlaku mulai Januari 2026, melainkan juga didorong oleh berbagai kekurangan yang selama ini ditemukan dalam implementasi KUHAP lama.

Habiburokhman juga mengimbau masyarakat agar memberikan masukan terhadap RUU KUHAP yang draft-nya sudah dapat diakses melalui situs DPR RI ataupun dengan menghubungi Sekretariat Komisi III DPR RI. Ia menjelaskan bahwa semua bentuk aspirasi dari masyarakat dapat disampaikan secara langsung melalui sekretariat tersebut untuk kemudian dipertimbangkan dalam proses penyusunan.

Lebih lanjut, Habiburokhman memaparkan bahwa selama ini salah satu keluhan terbesar dari masyarakat terkait KUHAP adalah soal minimnya perlindungan hak tersangka dan peran advokat yang terbatas dalam proses hukum. Ia mengungkapkan bahwa pengaturan yang terlalu umum dan luas sering kali menimbulkan celah dalam penegakan perlindungan hak bagi tersangka, sehingga tidak jarang terjadi praktik penahanan sewenang-wenang hingga dugaan penyiksaan dalam proses penahanan.

RUU KUHAP, menurutnya, diharapkan mampu melengkapi kekurangan-kekurangan tersebut dan sekaligus meredam gejolak ketidakpuasan masyarakat yang selama ini muncul akibat lemahnya perlindungan hukum bagi tersangka.

Dukungan atas pembaruan ini juga datang dari hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI). Peneliti LSI, Yoes C Kenawas, mengungkapkan bahwa survei yang dilakukan pihaknya menunjukkan mayoritas publik mendukung pengaturan yang mendorong kesetaraan antarpenyidik dalam RUU KUHAP, terutama dalam hal kualifikasi dan kompetensi.

Ia memaparkan bahwa sebanyak 61,6 persen responden dalam survei tersebut menyatakan bahwa posisi semua penyidik, baik dari unsur kepolisian, kejaksaan, Badan Narkotika Nasional (BNN), maupun Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), seharusnya setara dan memiliki kompetensi yang sebanding. Temuan ini menunjukkan bahwa masyarakat menginginkan sebuah sistem penegakan hukum yang transparan, profesional, dan akuntabel.

Sementara itu, pengamat kepolisian, Bambang Rukminto, mengingatkan masyarakat akan pentingnya mengawal proses pembahasan RUU KUHAP secara kritis dan aktif. Ia mengingatkan bahwa pembaruan KUHAP bukan hanya sebatas urusan perundang-undangan, melainkan juga berkaitan erat dengan pengawasan terhadap distribusi kewenangan aparat penegak hukum.

Bambang menilai bahwa kontrol publik sangat diperlukan untuk mencegah agar tidak terjadi konsentrasi kewenangan yang berlebihan pada satu lembaga penegak hukum, karena hal tersebut bisa memicu terjadinya praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Melalui serangkaian pernyataan dari para pemangku kepentingan tersebut, terlihat jelas bahwa RUU KUHAP dirancang untuk menghadirkan keadilan yang lebih manusiawi dan berorientasi pada perlindungan hak asasi setiap warga negara, khususnya bagi mereka yang berhadapan dengan hukum. Dari penguatan hak tersangka, penerapan keadilan restoratif, transparansi penyidikan, hingga kesetaraan antarpenyidik, semuanya dirancang untuk mewujudkan sistem peradilan yang lebih adil, profesional, dan bermartabat.

Dengan demikian, penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk terus mengawal proses pembahasan RUU KUHAP agar semangat keadilan, profesionalisme, dan penghormatan atas hak asasi manusia benar-benar menjadi fondasi dalam sistem hukum Indonesia yang baru.

*) Pemerhati hukum

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.