Oleh : Wilam Putra (Pegiat Anti Judi Daring)
Pemerintah Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan bantuan sosial (bansos) yang sejatinya ditujukan untuk membantu masyarakat miskin dan rentan. Temuan dari hasil kerja sama antara Kementerian Sosial dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkap adanya 571.410 rekening penerima bansos terindikasi digunakan untuk Judi Daring merupakan alarm keras yang tak bisa diabaikan. Dalam konteks perlindungan sosial, penyalahgunaan seperti ini tidak hanya mencederai tujuan bansos, tetapi juga mengancam kredibilitas program sosial negara secara keseluruhan.
Pemerintah patut diapresiasi atas langkah cepat dan tegas yang diambil guna merespons fenomena yang sangat mengkhawatirkan ini. Menteri Sosial Saifullah Yusuf telah menegaskan komitmennya untuk menindak para penerima bansos yang menyalahgunakan dana bantuan untuk aktivitas ilegal, termasuk judi daring. Komitmen ini sekaligus memperlihatkan keseriusan pemerintah dalam menjaga agar dana negara benar-benar sampai kepada mereka yang berhak dan digunakan sesuai dengan tujuannya.
Lebih dari 7,5 juta transaksi judi daring yang dilakukan oleh para penerima bansos dengan nilai transaksi mencapai hampir Rp1 triliun selama tahun 2024 menjadi bukti bahwa praktik penyimpangan ini tidak bisa dianggap remeh. Uang negara yang semestinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat miskin, justru mengalir ke aktivitas yang tidak hanya ilegal tetapi juga merusak tatanan sosial dan moral.
Langkah tegas yang disampaikan Kementerian Sosial, termasuk kemungkinan pencoretan nama penerima bansos dari daftar jika terbukti menyalahgunakan bantuan, adalah bentuk ketegasan yang sangat dibutuhkan dalam menjaga integritas program bansos. Lebih lanjut, pemeriksaan terhadap pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) juga menunjukkan bahwa pengawasan terhadap jalur distribusi bantuan pun tidak luput dari perhatian. Ini mencerminkan kehati-hatian pemerintah dalam menilai kemungkinan keterlibatan oknum yang memfasilitasi praktik menyimpang tersebut.
Sikap tegas dari pemerintah juga mendapatkan dukungan dari legislatif. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, menyoroti kasus ini sebagai “bom waktu” yang dapat menggagalkan seluruh upaya pengentasan kemiskinan jika tidak segera ditangani. Ia menilai bahwa persoalan ini bukan hanya soal individu penerima bansos, tetapi juga cerminan dari lemahnya sistem verifikasi dan akurasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Banyak penerima bansos yang secara ekonomi sebenarnya tidak lagi layak, namun tetap mendapatkan bantuan karena belum ada pembaruan data yang menyeluruh.
DPR pun mendesak agar pemerintah melakukan evaluasi total terhadap sistem tata kelola bansos serta pemberantasan ekosistem Judi Daring secara sistemik. Penanganan yang hanya terfokus pada penerima bantuan dinilai tidak cukup. Diperlukan pendekatan menyeluruh yang menyasar pula operator, bandar, dan platform digital yang menjadi fasilitator maraknya judi daring. Strategi ini dinilai penting untuk memutus rantai peredaran dana ilegal dan mencegah penyalahgunaan lebih lanjut.
Menko PMK Pratikno menambahkan bahwa pemerintah juga telah menyiapkan sanksi yang jelas, dari pemotongan hingga penghentian total bantuan sosial bagi yang terbukti menyalahgunakannya. Ini menjadi pesan kuat bahwa negara tidak akan membiarkan dana publik disalahgunakan demi kepentingan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan sosial.
Penting untuk digarisbawahi bahwa program bansos selama ini telah menjadi bantalan sosial bagi jutaan rakyat Indonesia yang hidup dalam kondisi serba kekurangan. Dalam situasi krisis ekonomi, pandemi, hingga pemulihan pasca-pandemi, bansos berperan penting dalam menjaga daya beli masyarakat dan kestabilan sosial. Oleh karena itu, menjaga kredibilitas dan ketepatan sasaran program ini adalah hal mutlak.
Pemerintah juga perlu memperkuat literasi digital dan literasi keuangan kepada masyarakat penerima bansos. Dalam banyak kasus, ketidaktahuan dan pengaruh lingkungan menjadi pemicu utama penyalahgunaan bantuan. Penerima perlu didampingi secara intensif agar memahami hak dan tanggung jawab mereka serta mampu mengelola dana bantuan secara bijak. Program pemberdayaan yang berkelanjutan akan lebih efektif daripada sekadar penyaluran bantuan tunai tanpa kontrol.
Di sisi lain, teknologi perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk membangun sistem pengawasan yang akurat dan real-time. Pemadanan data NIK penerima bansos dengan data aktivitas keuangan seperti yang dilakukan oleh PPATK harus terus dikembangkan dan dijadikan standar dalam pengelolaan bantuan sosial. Hal ini akan memudahkan deteksi dini terhadap potensi penyimpangan sekaligus mendorong transparansi.
Dalam jangka panjang, reformasi sistem bansos dan pemberantasan Judi Daring harus berjalan beriringan. Judi daring telah menjadi ancaman nyata bagi struktur sosial-ekonomi masyarakat kelas bawah. Ketika penerima bansos tergoda untuk menggunakan dana bantuan demi berjudi, maka intervensi negara dalam mengentaskan kemiskinan pun menjadi sia-sia.
Pemerintah telah menunjukkan keberpihakan yang tegas terhadap kepentingan rakyat banyak. Namun tantangan ke depan masih besar. Kolaborasi antarlembaga, penguatan regulasi, dan partisipasi publik menjadi elemen penting dalam mencegah penyalahgunaan bansos dan memperkuat sistem perlindungan sosial yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan komitmen yang konsisten dan tindakan yang cepat, negara dapat membangun sistem bantuan sosial yang tidak hanya tepat sasaran, tetapi juga bermartabat.
[edRW]