Demi Percepat Bantuan pada Rakyat, Pemerintah Ganti Bantuan Tarif Listrik Jadi BSU

oleh -2 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh: Arman Panggabean

Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah mengambil sebuah langkah strategis dengan mengalihkan skema bantuan dari subsidi tarif listrik menjadi Bantuan Subsidi Upah (BSU).

banner 336x280

Keputusan ini muncul sebagai respon cepat pemerintah atas adanya hambatan birokrasi dalam proses penganggaran yang justru berpotensi untuk mengancam keterlambatan distribusi bantuan langsung kepada masyarakat.

Ketimbang mempertahankan program diskon listrik yang berpotenti untuk terhambat secara administratif, maka pemerintah kemudian memutuskan untuk menyalurkan stimulus dalam bentuk tunai kepada kelompok yang lebih terdampak secara langsung—yakni mereka para pekerja yang berupah rendah dan guru honorer.

Pergantian bentuk bantuan ini bukan hanya sekadar mengenai soal teknis birokrasi semata. Pemerintah menilai bahwa subsidi upah jauh lebih siap secara data, selain itu juga lebih mudah untuk disalurkan kepada masyarakat, dan bisa langsung dirasakan dampak positifnya oleh penerima manfaat.

Mengenai hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa pendekatan baru ini oleh pemerintah dipilih untuk lebih memastikan agar bantuan yang disalurkan bisa tepat sasaran dan segera menggerakkan daya beli masyarakat Indonesia.

Dibandingkan terus menunggu skema diskon yang justru ternyata tidak dapat dijalankan secara efektif dalam waktu dekat, maka bantuan tunai langsung dinilai lebih mampu menjawab kebutuhan rakyat dalam waktu yang singkat.

Sebelumnya, diskon tarif listrik sebesar 50% untuk pelanggan rumah tangga dengan daya di bawah 1.300 VA dirancang untuk diterapkan pada Juni dan Juli 2025. Namun, karena adanya keterlambatan dalam pengesahan anggaran sehingga membuat rencana tersebut sulit untuk direalisasikan secara tepat waktu. Keputusan untuk membatalkan program tersebut berlaku secara nasional, termasuk di Batam dan Kepulauan Riau.

Sebagai gantinya, maka pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp10,72 triliun untuk pelaksanaan BSU, yang akan diberikan kepada sebanyak 17,3 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta per bulan.

Di samping itu, bantuan serupa juga akan diterima oleh 565 ribu guru honorer, baik di bawah naungan Kementerian Pendidikan maupun Kementerian Agama. Setiap penerima akan memperoleh Rp600 ribu yang dibayarkan sekaligus untuk dua bulan, yakni Juni dan Juli 2025.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, langkah pengalihan bantuan ini merupakan bagian dari strategi memperkuat konsumsi rumah tangga dalam upaya menjaga pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua.

Pemerintah melihat bahwa BSU merupakan bentuk stimulus yang lebih siap dijalankan karena telah memiliki basis data penerima dan infrastruktur penyaluran yang matang. Airlangga juga menyampaikan bahwa perubahan ini tak mengurangi komitmen pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat secara luas.

Di sektor ketenagakerjaan, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menjelaskan bahwa pencairan BSU ditargetkan dapat dimulai paling cepat pada Kamis, 5 Juni 2025. Pihaknya tengah menyelesaikan proses finalisasi data penerima melalui koordinasi lintas kementerian dan lembaga, termasuk BPJS Ketenagakerjaan.

BSU akan diberikan hanya kepada mereka yang memenuhi kriteria: warga negara Indonesia dengan NIK valid, aktif sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan hingga April 2025, serta menerima gaji di bawah Rp3,5 juta per bulan.

Yassierli menekankan bahwa tujuan utama dari program ini adalah menjaga daya beli pekerja berpenghasilan rendah di tengah tekanan inflasi dan kenaikan harga energi. Pemerintah ingin memastikan bahwa masyarakat tetap memiliki kemampuan konsumsi yang cukup agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. BSU diposisikan sebagai intervensi fiskal yang bersifat langsung dan dapat dirasakan secara nyata oleh para pekerja dalam waktu dekat.

Skema ini juga diatur secara resmi melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 5 Tahun 2025, yang menggantikan regulasi sebelumnya. Dengan aturan yang jelas dan basis data yang valid, diharapkan distribusi bantuan berlangsung tepat sasaran dan menghindari potensi penyalahgunaan anggaran.

Meskipun keputusan untuk membatalkan diskon tarif listrik menuai kekecewaan dari sebagian masyarakat, terutama kelompok rumah tangga berpendapatan rendah, pendekatan pemerintah dinilai lebih adaptif terhadap kondisi aktual.

Beberapa pengamat ekonomi menilai langkah ini sebagai keputusan realistis yang memperhitungkan efisiensi fiskal serta efektivitas kebijakan dalam merespons kebutuhan masyarakat.

BSU bukan satu-satunya stimulus yang tengah digelontorkan pemerintah. Ada pula potongan tarif tol, diskon transportasi umum, peningkatan bantuan sosial, dan pemotongan iuran jaminan kecelakaan kerja. Total stimulus yang disiapkan mencapai Rp24,4 triliun, dan seluruhnya diarahkan untuk menjaga daya beli serta mendukung stabilitas ekonomi domestik.

Keputusan untuk mengganti bantuan tarif listrik dengan BSU memperlihatkan upaya pemerintah untuk bergerak cepat dan responsif dalam menghadapi tantangan ekonomi. Ketika pendekatan konvensional tak lagi relevan karena keterbatasan teknis, kebijakan langsung seperti BSU menunjukkan efektivitasnya sebagai solusi yang lebih luwes dan konkret.

Dengan fokus pada penyaluran bantuan tunai yang lebih cepat dan terarah, pemerintah berusaha memastikan bahwa setiap kebijakan berdampak langsung pada rakyat. Ketepatan sasaran, kecepatan distribusi, serta kejelasan regulasi menjadi indikator penting dalam menilai keberhasilan langkah ini.

Selama semua pihak menjalankan perannya secara transparan dan akuntabel, maka transformasi kebijakan tersebut akan menjadi salah satu contoh terbaik dari reformasi penyaluran bantuan sosial berbasis kebutuhan nyata rakyat. (*)

Pengamat Kebijakan Sosial – Lembaga Sosial Madani Institute

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.