Aspirasi 17+8 Direspons Pemerintah dengan Reformasi Pajak Menyeluruh

oleh -1 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh: Alexander Royce *)

Sejak akhir Agustus 2025, gelombang aspirasi rakyat yang dikenal sebagai “17+8 Tuntutan Rakyat” menggema di berbagai kota di Indonesia. Aksi mahasiswa, buruh, serta elemen masyarakat sipil tidak hanya menuntut keringanan ekonomi dan penghentian fasilitas mewah pejabat, tetapi juga mendesak reformasi sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan tidak membebani mereka yang tergolong kelas menengah ke bawah. Pemerintah dan DPR akhirnya merespons serius tuntutan tersebut. Langkah-langkah kebijakan kini diarahkan untuk menjawab tuntutan rakyat, termasuk reformasi pajak menyeluruh.

banner 336x280

Tuntutan ini secara eksplisit mencakup membatalkan rencana kenaikan pajak yang memberatkan rakyat, mempertimbangkan kembali keseimbangan transfer Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari pusat ke daerah, serta menyusun rencana reformasi perpajakan yang lebih adil.

Pemerintah tidak tinggal diam. Salah satu indikasi respons muncul dalam pertemuan mahasiswa dengan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto. Brian menyatakan bahwa pemerintah mencatat semua tuntutan, termasuk soal pajak, dan akan terus membuka ruang dialog publik agar perbaikan kebijakan tidak hanya reaktif, tetapi juga berkelanjutan. Ini menunjukkan bahwa reformasi pajak bukan sekadar jargon, melainkan bagian dari agenda responsif terhadap keresahan masyarakat.

Di sisi legislatif, Wakil Ketua DPR RI Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, memperjelas posisi DPR dalam merespons tuntutan rakyat. Kepada publik, Dasco menyampaikan bahwa DPR telah menyepakati sejumlah langkah nyata, yakni, menghentikan tunjangan perumahan anggota DPR sejak 31 Agustus 2025, moratorium kunjungan kerja luar negeri kecuali undangan kenegaraan, serta pemangkasan biaya fasilitas seperti listrik, telepon, tunjangan transportasi dan komunikasi intensif. Menurut Dasco, DPR juga akan mengevaluasi anggaran internal dan belanja anggota DPR agar lebih transparan dan tidak membebani APBN, yang secara tidak langsung terkait dengan aspek keadilan fiskal.

Wakil Ketua DPR Fraksi Partai Nasdem, Saan Mustopa, ikut memastikan bahwa dialog antara DPR dan mahasiswa menjadi titik balik penting. Ia menyebut pertemuan dengan mahasiswa sebagai forum luar biasa yang harus dilanjutkan. Hal ini menegaskan bahwa keseriusan DPR ada dalam upaya mendengarkan semua elemen masyarakat dan menyerap aspirasi yang ada. Saan juga menunjukkan bahwa fraksi-fraksi di DPR menyepakati langkah-langkah konkret sebagai respons atas tuntutan transparansi pajak dan fasilitas parlemen.

Bersamaan dengan itu, data menunjukkan bahwa rasio pajak (tax ratio) Indonesia mengalami tekanan. Meski pertumbuhan ekonomi sejak kuartal II 2025 menunjukkan tren positif (sekitar 5,12 persen dibanding periode sama tahun lalu), rasio pajak justru menurun menjadi sekitar 8,42% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal pemerintah menargetkan penerimaan pajak yang lebih tinggi agar mampu membiayai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik.

Di sinilah reformasi pajak menyeluruh menjadi sangat penting. Upaya reformasi tersebut sudah ditempuh oleh Direktorat Jenderal Pajak serta Kementerian Keuangan, terutama dalam memperkuat administrasi perpajakan, memperluas basis pajak, dan memastikan sistem pemungutan pajak lebih efisien serta adil. Pemerintah juga menegaskan bahwa tidak akan diperkenalkan pajak baru pada 2026. Sebaliknya, fokus diarahkan pada pembenahan internal sistem perpajakan agar beban pajak yang sudah ada bisa dirasakan lebih adil di semua lapisan masyarakat.

Walau demikian, ada tantangan nyata. Keluhan muncul bahwa beberapa kebijakan perpajakan sebelumnya terasa “setengah hati”, di mana tarif PPN atau PPh masih dirasakan memberatkan sebagian rakyat kecil. Untuk itu, reformasi menyeluruh tak hanya menyentuh struktur tarif, tetapi juga pengaturan progresifitas pajak, pengawasan penghindaran pajak oleh korporasi besar, serta transparansi penggunaan penerimaan pajak agar publik bisa melihat manfaatnya secara langsung.

Reformasi ini juga harus ditopang oleh keadilan fiskal antar daerah. Salah satu tuntutan rakyat menyebut agar transfer pusat ke daerah seimbang, sehingga daerah yang lebih terpencil atau berkebutuhan khusus tidak terus terpinggirkan dalam pembangunan. Keterlibatan daerah dalam penyusunan regulasi pajak, atau setidaknya dalam penyaluran penggunaan dana APBN dari pajak, menjadi bagian penting dari justifikasi keadilan reformasi pajak ini.

Secara keseluruhan, respons pemerintah dan DPR atas 17+8 Tuntutan Rakyat menggambarkan kemauan politik yang kuat untuk melakukan reformasi institusional dan kebijakan publik, termasuk di bidang pajak. Inisiatif pemotongan tunjangan dan fasilitas pejabat, moratorium kunjungan kerja luar negeri, pembatalan fasilitas-fasilitas yang dianggap tidak proporsional, serta pembukaan ruang dialog yang lebih inklusif menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya mendengar, tetapi siap bertindak.

Tentunya, reformasi pajak menyeluruh masih memerlukan langkah konkret lanjutan, seperti penyusunan regulasi progresif, audit perpajakan, penguatan kapasitas administrasi pajak, kejelasan manfaat bagi masyarakat bawah, dan pengawasan transparan dari publik. Namun arah yang dipilih sudah tepat, dari responsif menjadi transformasi, dari keistimewaan parlemen menjadi keadilan fiskal, dari sistem yang dikeluhkan menjadi sistem yang diharapkan bersama.

Dengan momentum ini, di bawah kepemimpinan pemerintahan saat ini yang memilih untuk mendengarkan rakyatnya, kita bisa berharap bahwa reformasi pajak menyeluruh bukan hanya janji, melainkan kenyataan, untuk keadilan sosial, kesejahteraan bersama, dan Indonesia yang lebih inklusif.

*) Penulis merupakan Pengamat Sosial

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.