*) Oleh : M. Syahrul Fahmi
Keberhasilan aparat penegak hukum Indonesia dalam membongkar jaringan judi daring internasional yang terafiliasi dengan sindikat China dan Kamboja patut mendapatkan apresiasi luas dari seluruh lapisan masyarakat. Operasi simultan yang dilakukan Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri membuktikan bahwa negara tidak tinggal diam dalam menghadapi kejahatan digital lintas batas yang merusak tatanan sosial dan ekonomi bangsa. Ketegasan dalam tindakan hukum menjadi pesan kuat bahwa Indonesia tidak akan menjadi lahan subur bagi pelaku kriminalitas global, termasuk yang bersembunyi di balik kedok teknologi.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa penggerebekan dilakukan secara serentak di tiga lokasi strategis, yakni di perumahan Cibubur Country (Bogor), dua rumah di Jatirahayu (Bekasi), serta di perumahan Villa Tangerang Regensi Baru (Tangerang). Ketiga lokasi tersebut menjadi pusat operasi promosi situs judi daring Akasia899 dan Tanjung899, yang server-nya berada di luar negeri. Para pelaku yang tertangkap berperan sebagai penyebar promosi, dengan memanfaatkan kartu perdana teregistrasi untuk mengirimkan pesan iklan judi secara acak ke ribuan pengguna WhatsApp. Aksi mereka bukan hanya meresahkan, namun juga mengancam generasi muda yang rentan terhadap pengaruh destruktif perjudian.
Data yang berhasil diungkap menunjukkan bahwa sindikat ini sangat sistematis dan terorganisir. Tercatat setidaknya 2.648 nomor telepon seluler digunakan untuk mengirimkan pesan broadcast, dan masing-masing pelaku mampu membuat hingga 500 akun WhatsApp per hari sebagai sarana marketing. Skema kejahatan digital ini menunjukkan adanya kapasitas teknis tinggi yang berpotensi menyasar jutaan warga Indonesia secara simultan. Lebih dari sekadar promosi, komunikasi antara operator lokal dengan pusat jaringan di China dan Kamboja dilakukan melalui grup Telegram dan WhatsApp untuk membagikan data pelanggan dan laporan omzet harian, yang kemudian disamarkan melalui praktik pencucian uang.
Salah satu modus yang digunakan untuk menyembunyikan aliran dana haram adalah dengan mencatat transaksi melalui rekening atas nama orang lain (nominee), serta menggunakan mata uang kripto yang dicairkan melalui payment gateway. Aliran dana seolah-olah berasal dari jual beli barang, padahal berasal dari praktik judi daring ilegal. Keuntungan yang diperoleh dari skema ini mencapai ratusan miliar rupiah hanya dalam waktu kurang dari satu tahun. Fakta ini memperkuat pentingnya pengawasan terhadap transaksi digital dan keterlibatan instansi lain seperti PPATK, OJK, dan Kemkomdigi untuk menutup celah-celah kelemahan dalam sistem keuangan digital nasional.
Sementara itu, penindakan tegas juga dilakukan di wilayah timur Indonesia. Polda Bali berhasil menangkap sindikat pengumpul data pribadi yang bertujuan menyuplai informasi untuk jaringan judi daring di Kamboja. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali, Kombes Ranefli Dian Candra, menjelaskan bahwa kelompok ini dikendalikan oleh pelaku bernama Constantin dan lima rekannya yang telah beroperasi sejak September 2024. Modus yang digunakan adalah mengumpulkan data warga berpenghasilan rendah, lalu membuka rekening atas nama mereka untuk dijual kepada jaringan luar negeri.
Sindikat ini menargetkan individu-individu yang secara ekonomi kurang mampu, seperti pengemudi ojek online, penjaga toko, dan buruh harian. Mereka dibujuk untuk memberikan data pribadi dengan imbalan uang tunai, tanpa menyadari bahwa identitas mereka digunakan untuk transaksi ilegal lintas negara. Dari ratusan rekening yang berhasil dikumpulkan, sindikat ini diperkirakan telah meraup keuntungan hingga miliaran rupiah. Kasus ini menjadi cermin nyata bagaimana kejahatan digital tidak hanya menyasar sistem, tetapi juga memanipulasi kondisi sosial masyarakat untuk kepentingan kriminal.
Keberhasilan aparat dalam menggagalkan dua operasi besar ini merupakan bentuk konkret dari keseriusan pemerintah dalam melindungi masyarakat dari bahaya judi daring. Hal ini juga menjadi bukti nyata efektivitas sinergi antar-lembaga penegak hukum dan instansi terkait dalam menghadapi kejahatan lintas negara yang semakin kompleks. Di era transformasi digital saat ini, kerja keras seperti ini bukan hanya soal keamanan, tetapi juga soal ketahanan nasional.
Pemerintah melalui aparat keamanan telah menunjukkan respons yang cepat, tegas, dan terukur. Pengungkapan kasus-kasus ini tidak hanya menyelamatkan kerugian ekonomi, tetapi juga menjaga moral dan struktur sosial bangsa dari kerusakan yang ditimbulkan oleh perjudian daring. Judi daring bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga menggerus nilai-nilai produktivitas dan etika masyarakat, terutama generasi muda yang menjadi sasaran utama promosi.
Namun demikian, tugas pemberantasan judi daring tidak bisa dibebankan hanya kepada aparat keamanan. Peran serta masyarakat menjadi kunci utama dalam memutus mata rantai kejahatan digital ini. Masyarakat harus lebih kritis, lebih waspada, dan lebih aktif melaporkan jika menemukan aktivitas mencurigakan, terutama di ruang digital. Edukasi tentang bahaya judi daring dan perlindungan data pribadi perlu terus digencarkan di lingkungan keluarga, sekolah, dan tempat kerja.
Kejahatan digital seperti judi daring merupakan ancaman nyata yang bisa menjangkau siapa saja, tanpa memandang usia, profesi, maupun status sosial. Di tengah kemudahan akses teknologi, masyarakat diimbau untuk tidak tergoda oleh janji-janji keuntungan instan yang justru merusak masa depan. Keberhasilan aparat dalam menggagalkan sindikat internasional harus menjadi momentum nasional untuk memperkuat literasi digital, mempererat kolaborasi pemerintah dan masyarakat, serta membangun ketahanan sosial terhadap serangan kriminal berbasis teknologi. Indonesia harus terus bergerak maju, menjaga ruang digital tetap bersih, sehat, dan bermartabat untuk generasi yang akan datang.
*) Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Publik.
[edRW]