Presiden Prabowo Tegaskan RUU Perampasan Aset sebagai Komitmen Nyata Berantas Korupsi

oleh -1 Dilihat
oleh
banner 468x60

Oleh: Galih Ananta Putrana )*

Komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi kembali ditegaskan melalui dorongan kuat terhadap percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, sinyal politik yang kuat telah dikirimkan, bahwa instrumen hukum ini bukan lagi sekadar wacana, melainkan langkah nyata untuk memperkuat penegakan hukum dan memulihkan kerugian negara akibat kejahatan ekonomi.

banner 336x280

Presiden Prabowo menyampaikan komitmennya secara langsung di hadapan publik, yang menandakan bahwa isu ini tidak lagi berada di ranah teknokratis semata, tetapi telah menjadi agenda strategis nasional. Dalam konteks penegakan hukum yang selama ini dinilai belum optimal, kehadiran RUU Perampasan Aset diharapkan mampu menjawab kelemahan yang ada dalam sistem hukum nasional.

Dukungan terhadap langkah ini juga datang dari Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus anggota Komisi III DPR RI. Bambang Soesatyo (Bamsoet). Menurutnya, RUU ini merupakan terobosan penting yang akan mengubah pendekatan dalam pemberantasan kejahatan ekonomi. Bamsoet menyoroti bahwa Indonesia belum memiliki regulasi yang komprehensif mengenai perampasan aset, sementara berbagai ketentuan yang tersebar dalam UU TPPU, UU Korupsi, dan UU Narkotika belum cukup memberikan efek jera.

Salah satu kelemahan yang diidentifikasi adalah lambatnya proses perampasan karena harus menunggu putusan pengadilan. Kondisi ini kerap dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk mengalihkan atau menyembunyikan aset sebelum negara sempat bertindak. Oleh karena itu, usulan untuk menggunakan pendekatan non-conviction based asset forfeiture menjadi relevan, karena memungkinkan negara bertindak lebih cepat meskipun proses hukum terhadap pelaku belum selesai.

Dari sisi data, persoalan pemulihan aset juga tampak serius. Berdasarkan informasi dari PPATK pada tahun 2023, setidaknya Rp300 triliun aset hasil korupsi dan kejahatan keuangan belum berhasil dikembalikan ke kas negara. Ini menunjukkan bahwa tanpa instrumen hukum yang lebih kuat dan responsif, negara akan terus mengalami kebocoran yang merugikan masyarakat luas.

Selain sebagai alat pemulihan aset, keberadaan RUU ini juga diyakini dapat meningkatkan posisi Indonesia dalam tata kelola internasional. Banyak negara maju maupun berkembang telah lebih dulu mengadopsi mekanisme serupa untuk menangkal kejahatan lintas batas. Dengan memiliki instrumen ini, Indonesia dapat menunjukkan keseriusannya dalam reformasi hukum sekaligus memperkuat kepercayaan investor dan mitra internasional.

Meski demikian, tantangan tetap ada. Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, menyampaikan bahwa sinkronisasi regulasi merupakan hal yang sangat penting agar pelaksanaan undang-undang ini tidak menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia atau menjadi alat kriminalisasi. Ia menekankan bahwa perampasan aset harus dilakukan dengan prosedur yang sah dan adil, sehingga revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) perlu diselesaikan lebih dulu sebagai prasyarat teknis.

Menurutnya, jika landasan hukum acara belum diperbaiki, maka implementasi RUU Perampasan Aset dapat menghadapi kendala atau bahkan disalahgunakan. Pengalaman menunjukkan bahwa nilai aset yang disita di awal proses hukum kerap tidak sebanding dengan hasil akhir yang diterima negara setelah proses pengadilan. Ketimpangan ini mencerminkan lemahnya regulasi teknis yang selama ini diandalkan dalam sistem hukum.

Senada dengan itu, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir juga menekankan pentingnya koordinasi dan kehati-hatian dalam menyusun undang-undang ini. Ia mengingatkan agar tidak terjadi tumpang tindih antara peraturan yang satu dengan yang lain, serta perlunya pengawasan ketat untuk mencegah potensi penyalahgunaan kewenangan. Dalam pandangannya, revisi KUHAP menjadi kunci agar perampasan aset bisa dilakukan dengan prosedur yang transparan dan akuntabel.

Adies menilai bahwa rancangan ini harus dirancang dengan prinsip kehati-hatian, mengingat sensitivitasnya yang tinggi. Ia menambahkan bahwa pelibatan unsur masyarakat sipil dalam pengawasan juga patut dipertimbangkan untuk menambah kredibilitas proses penegakan hukum. Ke depan, keterlibatan publik menjadi penting untuk memastikan bahwa undang-undang ini benar-benar berfungsi untuk kepentingan negara dan rakyat, bukan alat politik atau alat penindasan.

RUU Perampasan Aset sejatinya pernah masuk dalam Prolegnas DPR pada tahun 2023 dan 2024, namun tidak kunjung dibahas. Bahkan di tahun 2025, draf ini tidak lagi termasuk dalam daftar prioritas legislasi. Namun dengan sinyal tegas dari Presiden dan sejumlah anggota parlemen, tekanan publik dan dorongan politik semakin kuat untuk mengangkat kembali pembahasan ini ke permukaan.

Jika pemerintah dan DPR mampu bergerak cepat dan menyepakati kerangka hukum yang proporsional, maka Indonesia akan memasuki babak baru dalam pemberantasan kejahatan ekonomi. Perampasan aset yang selama ini sulit dilakukan, akan menjadi lebih efektif dan efisien, sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.

Secara keseluruhan, dorongan pemerintah terhadap RUU ini tidak bisa dipandang sebagai langkah politis belaka. Langkah ini merupakan penegasan terhadap komitmen untuk memulihkan uang negara, menegakkan keadilan, dan memberi sinyal kuat kepada para pelaku kejahatan bahwa tidak ada lagi ruang aman untuk bersembunyi.

Pemerintah telah menunjukkan arah yang jelas, tinggal bagaimana legislatif mampu merespons dengan langkah konkret. Jika seluruh proses berjalan dengan konsisten dan transparan, maka RUU Perampasan Aset akan menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia.

)* Pemerhati Reformasi Hukum dan Anti-Korupsi

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.